A.
Latar Belakang
Kanker serviks adalah
keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi
epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid
karsinoma (90%) sedangkan sisanya adalah adenokarsinoma. Angka kejadian kanker
serviks yang cenderung meningkat seringkali berkaitan erat dengan infeksi Human Papilloma Virus (Robbins et al., 2007).
Di Amerika insidensi kanker serviks
telah menurun secara drastis dari 12.900 kasus menjadi 4400 kasus pada 2001.
Sedangkan di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya, kanker serviks menempati
urutan kedua dari sepuluh besar keganasan pada wanita. Departemen Kesehatan RI
melaporkan, penderita kanker serviks di Indonesia diperkirakan 90-100 di antara
100 000 penduduk per tahun (Robbins et al.,
2007; Depkes RI, 2001).
Insidensi yang semakin
menurun di Amerika tidak terlepas dari program skrining yang diadakan yaitu
program Pap smear. Sedangkan masalah
kanker serviks di Indonesia seringkali ditemukan pada stadium lanjut.
Pengobatan kanker serviks akan mendapatkan hasil yang lebih baik jika ditemukan
pada stadium dini (Laila, 2001; Aziz, 2001).
Sebelum terjadi kanker
serviks akan terjadi keadaan yang disebut lesi prakanker serviks. Lesi
prakanker biasanya ditemukan pada wanita berusia 30 tahun, sedangkan kanker
serviks ditemukan pada usia 45 tahun. Sehingga memerlukan waktu kurang lebih 15
tahun dari keadaan lesi prakanker menjadi kanker serviks (Aziz, 2001; Robbins et al., 2007).
Pemeriksaan yang biasa
dilakukan untuk mendeteksi lesi prakanker serviks adalah Pap smear. Pemeriksaan ini telah dikenal sejak 1943 saat
Papaniculauo dan Traut menerbitkan buku Diagnosis
of Uterine Cancer by the Vaginal Smear. Pap smear didasarkan pada sel-sel
epitel serviks yang mengalami deskuamasi (Indarti,
2001; Lestadi, 2009).
Sedangkan data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium
patologi anatomi di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi kanker serviks
tertinggi di antara kanker yang ada di Indonesia maupun Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr. Ciptomangunkusumo. Akumulasi penyebaran kanker serviks sendiri
terdapat di Jawa-Bali yakni 92,44% (Aziz, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Iswara et al (2004), mendapatkan
hasil sensitivitas Pap smear sebesar
72,5% sedangkan spesifisitasnya sebesar 71,4%. Sedangkan penelitian sejenis
belum ada di Lampung, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti sensitivitas
dan spesifisitas Pap smear.
Rumusan masalah
Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan
untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan berikut:
1.
Berapakah
nilai sensitivitas yang ditemukan dalam pemeriksaan Pap smear dalam mengenali lesi prakanker serviks?
2.
Berapakah
nilai spesifitas yang ditemukan dalam pemeriksaan Pap smear dalam mengenali lesi prakanker serviks?
B.
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui
nilai sensitivitas pemeriksaan Pap smear
dalam mengenali lesi prakanker serviks.
2.
Mengetahui
nilai spesifisitas pemeriksaan Pap smear
dalam mengenali lesi prakanker serviks.
C.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi
peneliti, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai sensitivitas
dan spesifisitas pemeriksaan Pap smear
dalam mengenali lesi prakanker serviks.
2.
Bagi
bidang keilmuan, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kemampuan
uji diagnostik Pap smear dalam
mengenali lesi prakanker serviks di Lampung.
3.
Bagi
masyarakat, memperluas wawasan di bidang kesehatan dan memberikan informasi
tambahan mengenai pentingnya pemeriksaan Pap
smear dalam mengenali lesi prakanker serviks yang biasanya timbul tanpa
gejala yang khas.
4.
Bagi
peneliti selanjutnya, sebagai acuan atau bahan pustaka untuk penelitian yang
serupa.
D.
Kerangka Teori
Secara normal sel mukosa vagina dan ektoserviks ditutupi epitel
gepeng berlapis tanpa keratin (noncornified
stratified squamous epithelium). Susunan sel epitel tersebut terdiri atas:
1.
Sel
lapisan basal, terdiri atas sel basal interna dan sel basal eksterna.
a.
Sel basal
interna (sel basal): Sel-sel kecil berbentuk elips dengan sitoplasma sedikit
dan kromatin grannuler dengan beberapa kromosenter.
b.
Sel basal
eksterna (sel parabasal): Sel relatif kecil, bentuk bulat, dengan inti besar,
letaknya ditengah, sitoplasma sedikit, padat, agak gelap, dan berwarna basofil
(Lestadi, 2009).
2.
Sel
intermedier: Sel lebih besar sedikit dari sel lapisan basal, inti lebih kecil
(8 mikron), bulat, sitoplasma lebih banyak,dan berwarna lebih pucat (Lestadi,
2009).
3.
Sel
lapisan superfisial (sel superfisial), terdiri atas sel epitel superfisial
basofil inti besar dan sel epitel superfisial asidofil inti piknotik.
a.
Sel
epitel superfisial basofil inti besar: Sel ukurannya besar, bentuk poligonal
dan memiliki sitoplasma basofil.
b.
Sel
epitel superfisial asidofil inti piknotik: sel ini memiliki sitoplasma asidofil
dan inti-inti yang sudah piknotik (Lestadi, 2009).
Kelainan yang terjadi pada sel epitel gepeng tanpa keratin
serviks biasanya terjadi karena infeksi HPV.
Hubungan kuat antara infeksi HPV
dan neoplasia serviks telah dibuat dan menggabungkan bukti-bukti eksperimen
molekuler dan klinis menemukan tidak diragukan bahwa HPV secara langsung mempengaruhi patogenesis lesi prakanker
serviks.
Mengingat saat ini penyakit kanker serviks di Indonesia masih
menduduki peringkat kedua sebagai penyakit kanker yang terbanyak dijumpai pada
wanita, dengan melakukan pemeriksaan Pap
smear berarti telah melaksanakan usaha pencegahan dan deteksi dini kanker
serviks. Di samping itu, tindakan ini dapat juga mendiagnosis adanya penyakit
lain di dalam serviks, di antaranya infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) yang saat
ini dinyatakan sebagai penyebab timbulnya lesi prakanker serviks (Disease
Control Priorities Project, 2007; Lestadi, 2009).
HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang
menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal
dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi DNA
virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah
transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan
E2 tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan terhadap E6
dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb. Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus
sel tidak terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi.
E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu untuk
menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat
TSG Rb, ikatan ini menyebabkan E2F, yang merupakan faktor transkripsi sehingga
siklus sel berjalan tanpa kontrol (Koss, 2006).
Sitologi ginekologik Pap
smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang lepas atau deskuamasi dari
serviks. Suatu pemeriksaan ginekologik harus dilengkapi dengan pemeriksaan
sitologi Pap smear karena dari
pemeriksaan ini diketahui ada tidaknya proses infeksi, kelainan prakanker atau
kanker serviks (Lestadi, 2009).
Pemeriksaan Pap smear saat
ini merupakan suatu keharusan bagi wanita, sebagai sarana pencegahan dan
deteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini seyogyanya dilakukan oleh wanita
yang telah menikah sampai dengan umur kurang lebih 65 tahun bila dalam dua kali
pemeriksaan Pap smear terakhir
negatif dan tidak pernah mempunyai riwayat hasil pemeriksaan abnormal
sebelumnya. Pemeriksaan ini harus dilaksanakan secara berkala minimal satu
tahun sekali, walaupun wanita itu tidak mempunyai keluhan pada serviks, karena
kanker serviks stadium dini biasanya tanpa keluhan dan dengan mata biasa tidak
mungkin dapat dideteksi. Pemeriksaan skrining Pap smear secara berkala, diharapkan dapat menemukan lesi prakanker
serviks yang belum menimbulkan gejala secara klinis, sehingga dapat dilakukan
terapi dengan tuntas (Lestadi, 2009).
Bila sel yang tidak normal ditemukan maka akan terjadi lesi
prakanker serviks. Pada lesi prakanker terdapat proliferasi sel-sel basal
atipik yang memiliki rasio inti sitoplasma yang meningkat. Selain itu, sel
terlihat hiperkromatik, sitoplasma basofil dan kadang bervakuolisasi.
Pemeriksaan Pap smear dititikberatkan
pada mengenal dan mencari atau mendeteksi adanya sel-sel epitel gepeng atau
epitel kelenjar yang atipik, yaitu sel-sel yang telah berubah bentuk dan
besarnya menjadi sel abnormal. Pada tahun 2001 diadakan revisi Bethesda
terhadap sistem pelaporan pemeriksaan Pap
smear. Revisi ini bertujuan untuk mengganti sistem klasifikasi yang lama
dan mempermudah korelasi sitologi dan histopatologi (Kurman, 2003).
Bila tidak ditemukan keadaan neoplasia dari pemeriksaan Pap smear maka hal ini dinyatakan dengan
NILM. Keadaan ini terjadi karena
dalam Pap smear tidak ditemukan
perubahan seluler yang mengarah ke lesi prakanker serviks. Pembagian NILM berdasarkan ada tidaknya organisme
(Candida spp., Actinomyces spp)
ataupun agen non neoplastik lainnya (inflamasi yang diakibatkan penggunaan IUD
atau radiasi) (Young et al., 2001).
Sedangkan neoplasia dari epitel gepeng serviks menurut
klasifikasi Bethesda 2001 meliputi:
1.
Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL)/ mild dysplasia/ CIN 1
Gambaran
sel-sel pada LSIL yaitu sel-sel besar
poligonal berukuran sebesar sel intermedier normal dan sitoplasma basofilik
atau orangephil (Wright et al.,2001).
2.
High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)/moderate and severe
dysplasia/CIN 2 dan CIN 3
Sel-sel
menunjukkan pembesaran inti nyata dan hanya lingkaran kecil sitoplasma yang
terlihat jelas. Kromatin granuler atau menggumpal nyata, inti seringkali
hiperkromatik dan membran inti ireguler (Wright et al., 2001).
3.
Squamous cell carcinoma.
Tumor
ganas invasif menunjukkan perbedaan diantara sel epitel. Karsinoma mikroinvasif
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan sitologi, dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut: sel-sel tersusun dalam lempengan, rasio nukleus sitoplasma
tinggi, inti hiperkromatik dan kromatin menggumpal (Wright et al., 2001).
Penilaian keakuratan suatu uji
diagnostik terbagi menjadi 2 bagian penting yakni sensitivitas dan
spesifisitas. Sensitivitas adalah kemampuan Pap smear
mengidentifikasi adanya lesi prakanker serviks sedangkan spesifisitas adalah kemampuan
Pap smear untuk mengidentifikasi lesi
prakanker serviks yang bernilai negatif (Sastroasmoro et al., 1995).
Gambar
1. Kerangka Teori
E.
Kerangka Konsep
Gambar 2.
Kerangka Konsep
F.
Hipotesis
1.
Didapatkan
nilai sensitivitas pada Pap smear
dalam mengenali lesi prakanker serviks.
2.
Didapatkan
nilai spesifitas pada Pap smear dalam
mengenali lesi prakanker serviks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar